Kamis, 09 Mei 2013

ONTOLOGI; ADA DAN KEBERADAAN, SERTA BERBAGAI JENIS KEBERADAAN




I.     PENDAHULUAN
Mengetahui apa sesungguhnya ilmu, tidaklah melalui ilmu itu sendiri, tetapi melalui filsafat ilmu. Melalui filsafat ilmulah segala penjelasan mengenai ilmu diperoleh. Karena itu, filsafat ilmu demikian penting untuk didalami oleh setiap ilmuan agar ia mengenal hakikat sesuatu yang dimilikinya, yaitu ilmu.
Dalam mendalami filsafat ilmu ini, kita akan dihadapkan kepada tiga cabang pentin dalam ilmu, yaitu Ontologi, Epistemologi, dan aksiologi. Dalam makalah sederhana ini penulis mencoba memaparkan tentang salah satu cabang dalam filsafat tersebut, yakni ontologi; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?. Dan yang paling utama ontology sesungguhnya membahas tentang bagaimana sesungguhnya eksistensi Tuhan.
Untuk bisa mengerti lebih baik tentang makna ontologi agar tidak terjebak hanya pada satu pola filsafat saja maka dalam makalah ini penulis mencoba menyadur bebarapa ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan pembahasan ini. Mudah-mudahan makalah yang ringkas ini dapat menambah wawasan kita tentang filsafat, khususnya pemahaman tentang ontologi.

II.    PEMBAHASAN
A.    Terminologi Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang asal katanya “Ontos” yaitu sesuatu yang berwujud, dan logos berarti ilmu, jadi ontologi adalah ilmu atau teori tentang wujud atau tentang hakikatnya yang ada.[1] Boleh jadi yang menggunakan istilah ontologi ini adalah Plato dengan teori idealnya, yaitu suatu teori untuk membuktikan adanya tuhan. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan bahwa ontologi merupakan istilah dari salah satu cabang metafisika. Maka besar kemungkinan yang pertama menemukan  istilah itu dan menggunakan dalam arti tersebut adalah Rudolf Coglenius pada tahun 1636 M. oleh karena itu, ontologi berarti ilmu hakikat, maka dengan ilmu ini orang menyelidiki alam wujud bagaimana keadaan yang sebenarnya.[2]
Dalam perkembangannya, Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.[3]
Secara terminologi, banyak para filsafat yang mencoba memberi pandangan tentang Ontologi  ini. Diantaranya adalah Bagus Lorens dalam kamus filsafatnya menuliskan lima pengertian ontologi, yaitu sebagaimana berikut:
1.      Studi tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri yang berbeda dengan studi hal-hal yang ada secara khusus. Dalam mempelajari yang ada dalam bentuknya yang abstrak studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti: “apa itu ada dalam dirinya sendiri?” dan “apa hakikat ada sebagai ada?”
2.      Cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti: ada/menjadi, aktualitas/potensialitas, nyata/tampak, prubahan, waktu, eksistensi/non eksistensi, esensi, keniscayaan, dan yang ada sebagai yang ada.
3.      Cabang filsafat yang mencoba:
-       Melukiskan hakikat yang ada yang terakhir (yang satu, yang absolut, bentuk abadi sempurna).
-       Menunjukkan bahwa segala hal tergantung kepadaNya bagi eksistensiNya.
-       Menghubungkan fikiran dan tindakan manusia yang  bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.

4.      Cabang filsafat yang:
-       Yang melontarkan pertanyaan “apa arti ada, berada?”, pertanyaan yang sama dilontarkan tentang kategori-kategori atau konsep-konsep lain yang digunakan dalam menggunakan realitas.
-       Menganalisis  bermacam-macam makna yang memungkinkan suatu hal dikatakan ada, berada.
5.      Cabang filsafat yang menyelidiki status realitas suatu hal, mislnya “apakah objek dan persepsi kita nyata atau bersifat ilusif?”, apakah bilangan itu nyata?”, menyelidiki jenis realitas, dan realitas cirri dari objek tersebut.[4]
Amsal Bakhtiar dalam bukunya yang berjudul “filsafat Ilmu” mengatakan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/ konkrit maupun yang rohani/ abstrak.[5] Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segal sesuatu yang ada. Dalam artian mengkaji tentang hakikat sesuatu yang ada secara detil, mulai dari awal keberadaannya, perkembangannya, sampai cakupan dan hal-hal yang penting yang ada di dalamnya.
Sedangkan Jujun S. Suriasumatri dalam “Pengantar ilmu dalam Perspektif”  mengatakan, ontologi membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang ada.[6]
Dengan demikian dapat difahami  bahwa ontologi adalah cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang hakikat sesuatu yang ada (jasmaniah dan rohaniah). Mengkaji hakikat berarti mengkaji hal yang sangat luas, karena hakikat itu mencakup realita atu kenyataan yang sebenarnya. Maka dalam kajian hakikat ini tercakup segala yang ada dan yang mungkin ada. Sesuai dengan pernyataan Amsal Bakhtiar bahwa hakikat adalah realitas; realita adalah kenyataan yang sebenarnya.
Jadi, ontologi (dalam filsafat ilmu) adalah cara pandang mengenai objek materi suatu ilmu, pembicaraan mengenai hakikat objek materi ilmu. Atau dengan kata lain penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan itu).
Sebagai bahan perbandingan mengenai konsep ontologi ilmu dalam Al-Qur’an, mari kita lihat surat Ali Imran ayat 190-191 sebagai berikut:
إَنَّ فِي خَلْقِ السَّموتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيـْــلِ وَالنَّهَارِ لَأيتٍ لِأُولِى اْلأَلْبـَـــــابِ .  الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيـــــمًا وَقُعُوْدًا وَعَلى جُنُوْبِــِـهِمْ وَيَتـــَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّموتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنــــَا مَا خَلَقْتَ هذَا بطِلاً سُبْحنَكَ فَقِنـَــا عَذَابَ النَّارِ.
Terjemahnya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Al-Imran: 190-191)
Dari ayat tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa Konsep Ontologi Ilmu yang Islami memandang realitas dari sudut pandang ke-Khalik-makhluk-an. Artinya, melihat realitas dari pemahaman adanya Allah sebagai Khalik (pencipta) dan segala sesuatu selainNya sebagai makhluk, segala atribut yang bisa secara benar dilekatkan pada makhluk adalah perwujudan niscaya karena kemakhlukannya.
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan tentang makna sesungguhnya ontologi ketika kita coba menarik makna dari sudut pandang Islami sebagai mata rantai yang nyaris terlupakan dengan memberikan pengertian dasar Logos yang berarti Tuhan, jadi Ontologi disini mengandung pengertian tentang hakikat keberadaan Tuhan.

B.     Objek Formal Ontologi
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaah terhadap kuantitas tersebut akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran monoisme, dualisme, dan pluralisme, materialisme, idealisme, nihilisme, dan agnotisisme.
Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu. Ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia yang mencakup segala aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia.
Ontolog merupakan cabang filsafat yang berupaya mendeskripsikan hakekat wujud. Ontologi digunakan sebagai sinonim untuk metafisika dan Aristoteles menyebutnya sebagai filsafat pertama hal senada diungkapkan oleh Sudarsono bahwa ontologi adalah cabang ilmu pengetahuan (metafisika) menyangkut penelitian terhadap masalah-masalah sifat kehidupan terutama manusia.
Ontologi merupakan kawasan yang tidak termasuk ilmu yang bersifat otonom, ontologi merupakan sarana ilmiah menemukan jalan untuk menangani suatu masalah secara ilmiah. Oleh karena itu ontologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan, objek materi ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda-benda empiris.

C.    Pandangan Pokok-pokok Pemikiran Ontologi
1.      Keberadaan ontologi dipandang dari segi jumlah
a)      Monoisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, tuhan atau subtansi lainnya yang tidak dapat diketahui. Tokohya antara lain: Thales (625-545 SM), yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu subtansi, yaitu air. Anaximander (610-547 SM) berkeyakina bahwa yang merupak kenyataan terdalam adalah aperion, yaitu segala sesuatu yang tanpa batas, tidak dapat ditentukan dan tidak memiliki persamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia. Anaximenes (585-528 SM), berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan yang sedalam dalamnya adalah udara. Filosof modern yang termasuk penganut monoisme adalah B. Spinoza, berpendapat bahwa hanya ada satu satu substansi, yaitu tuhan. Dalam hal ini tuhan diidentikkan dengan alam (naturans naturata). Dengan demikian monoisme adalah bagian pemahaman ontologi yang mendeskripsikan bahwa hanya ada satu hakikat sebagai sumber asal ini, tidak ada yang selian selain satu tersebut.[7]
b)      Aliran Dualisme, yaitu aliran yang berfaham bahwa alam maujud ini terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani. Materi bukan lahir dari rohani, dan rohani pun tidak lahir dari materi. Kedua hakikat itu masing-masingnya bebas dan berdiri sendiri sama azali dan abadi. Hubungan antara keduanya itulah yang menciptakan kehidupan alam ini.[8] Descrates menamakan kedua hakikat itu dengan istilah “dunia kesadaran” (rohani) dan “dunia ruang” (kebendaan) atau cagitato dan extencio. Kedua hakikat saling berbeda dan benar-benar terpisah satu sama lain dan yang satu tidak tergantung dengan yang lainnya.

c)      Pluralisme, paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.[9] Tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.
Heracleitos juga  beranggapan bahwa kehidupan alam ini sebagai perubahan abadi, dimana tidak satupun yang dapat bertahan dalam satu bentuk dan keadaan saja. Tetapi perubahan-perubahan ini semua menurut dia akibat cinta dan benci. Faktor inilah yang dianggapnya menjadi sebab berkumpul dan berpisahnya keempat faktor itu. Apabila dijalin oleh cinta unsur-unsur itu berkumpul dan tersusun rapi,  terjadilah satu benda, tetapi apabila  datang benci unsur-unsur itupun berpisah satu demi satu. Tubuh yang kuat menjadi rontok dan akhirnya kembalilah menjadi tanah, air, api, dan udara.
Lain pula  halnya Anaxagoras yang mengatakan bahwa bahan dasar itu bukan empat tetapi tidak terhingga jumlahnya. Kesemuanya adalah bibit yang  diatur oleh akal (nous) dan ditempatkan masing-masingnya pada tempat yang  layak pada suatu susunan yang rapi, seperti kerapian yang terlihat pada benda-benda langit, matahari, bulan, dan bintang-bintang.[10]
Itulah beberapa tokoh pluralis dengan teorinya  masing-masing. Tiap-tiap barang mengandung zat dari segala barang. Barang yang berbeda rupanya itu bergantung kepada kedudukan campuran anasir (unsure-unsur) yang asal. Unsur yang terbanyak dalam campuran itu menentukan rupa barang. Mereka sepakat bahwa di alam ini selalu terjadi perubahan abadi yaitu percampuran atau perpisahan anasir asal. Jadi kaum pluralis tersebut walaupun tentang banyaknya anasir yang merupakan asal dari setiap benda ini, namun mereka berbeda dalam menentukan kodrat penggerak dari luar.
Kalau Empedocles mengatakan gerakan bercampur dan berpisah disebabkan oleh dua kekuatan dasar yang disebut dengan “cinta” dan “benci”. Sedangkan menurut Anaxagoras hanya satu, yaitu kodrat dari alam ini hanya satu yaitu akal (nous). Akal itu awal dan akhir dari segalanya. Ia berada dalam segalanya, tapi bukan bagian daripadanya, ia tidak terhingga berkuasa atas diri dan berada dengan sendirinya pula.
2.      Keberadaan ontologi dipandang dari segi sifatnya
a)      Materialisme
Aliran materialisme yang berfaham bahwa hakikat itu ialah materi, sedangkan yang lain dari materi seperti  roh (jiwa), tidaklah suatu kenyataan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hakikat daripada proses gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu.[11] Hal-hal yang bersifta kerohanian seperti jiwa, keyakinan, rasa sedih, dan rasa senang tidak lain hanyalah ungkapan proses kebendaan. Aliran ini sering disebut naturalisme.[12]
Pendapat tersebut dikuatkan dengan dasar antropologi bahwa kebenaran itu berupa materi (zat). Berdasarkan pada pengalaman dan penelitian keadaan jiwa amat bergantung kepada zat (badan). Kesadaran berhubungan dengan saraf, kerusakan pada zat akan menimbulkan kerusakan pada jiwa. Peristiwa jiwa dan perasaan amat ditentukan oleh keadaan jasmani menentukan pula  keadaan rohani. Itulah beberapa alasan yang dijadikan dasar bagi paham materialisme.
Tokoh aliran ini adalah demokritos (460-370 SM), berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kecil yang memiliki bentuk dan badan. Atom ini mempunyai sifat yang sama, perbedaannya hanya tentang besar, bentuk, dan letaknya. Jiwa pun menurut demokritos dikatakan terjadi dari atom-atom, hanya saja atom-atom jiwa itu berbentuk kecil, bulat, dan bergerak.Thomas Hobbes (1588-1679), berpendapat bahwa segala  sesuatu yang terjadi di dunia merupakan gerak dari materi. Termasuk juga pikiran, perasaan adalah gerak materi belaka karena segala sesuatu yang terjadi dari bernda-benda kecil.[13]
Materialisme modern mengatakan bahwa alam (universe) itu merupakan kesatuan materil yang tak terbatas: alam termasuk material yang tak terbatas; alam, termasuk di dalamnya segaa materi dan energi (gerak atau tenaga) selalu ada dan akan tetap ada, dan bahwa alam; adalah realitas yang keras, dapat disentuh, materil, objektif, yang dapat diketahui oleh manusia. Materialisme modern mengatakan bahwa materi itu ada sebelum jiwa, dan dunia materil adalah yang pertama, sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah nomor dua.[14]


b)      Spiritualisme atau Idealisme
Aliran spiritualisme juga disebut idealisme (serba cita). ). Idealisme berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind)  atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan.[15] Muslim Munaf menyatakan bahwa aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam ini semuanya berasal  dari roh (sukma), yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak menempati ruang. Sedangkan materi atau zat itu hanya satu jenis dari penjelmaan rohani.[16]
Spiritualisme mengandung beberapa arti, yaitu:
-       Ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh ( pneuma, nous, reason, logos), yakni roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam. Spiritualisme dalam arti ini dilawankan dengan materialisme.
-       Kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistis yang menyatakan adanya roh mutlak. Dunia indra dalam pengertian ini dipandang sebagai dunia ide.
-       Dipakai dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari roh suci dalam bidang agama.
-       Kepercayaan bahwa roh orang mati berkomunikasi dengan yang Masih hidup melalui perantara atau orang tertentu dan lewat bentuk wujud yang lain. Istilah spiritualisme lebih tepat dikenakan kepercayaan semacam ini.
Tokoh aliran ini antaranya Plato dengan ajrannya tentang Idea (cita) dan jiwa. Idea atau cita adalah gambaran asli segala benda. Semua yang ada dalam dunia hanyalah penjelmaan atau bayangan saja. Idea atau cita tidak  dapat ditangkap dengan indra (diserap), tetapi dapat dipikirkan, sedangkan yang ditangkap oleh indra manusia hanyalah bayang-bayang.

3.      Aliran Lain yang berkaitan antara ontologi dan Metafisika
a)      Nihilisme, berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif positif. Tokoh aliran ini diantaranya adalah Fredrich Nietzsche (1844-1900 M). Dilahirkan di Rocken di Pursia, dari keluarga pendeta. Dalam pandangannya bahwa “Allah sudah mati”, Allah Kristiani dengan segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi. Dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Dan pada kenyataannya moral di Eropa sebagian besar masih bersandar pada nilai-nilai kristiani. Tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa nilai-nilai itu akan lenyap. Dengan demikian ia sendiri harus mengatasi bahaya itu dengan menciptakan nilai-nilai baru, dengan transvaluasi semua nilai.[17]
Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang realitas, yaitu:
-        tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada
-       bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi
-       sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.[18]

b)      Agnotisisme, yaitu faham yang mengingkari pengetahuan dalam tentang agama. Kata agnosticismeberasal dari bahasa Grik Agnotos yang berarti unknow artinya not, Gno artinya know. Seorang agnosis bersikap percaya tidak kepada tuhan, tidak percaya pun tidak. Ia tidak mengacuhkan tuhan dan tidak menghiraukan agama. Kedudukan faham ini adalah antara teisme dan ateisme.[19]
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal. Faham ini dipakai oleh kaum gnostik, yaitu ahli-ahli agama yang beranggapan dapat memberikan keterangan yang mendalam tentang hakikat sesuatu. Hal ini terutama berlaku di sekitar abad ke 2-5, sehingga mereka beranggapan dapat memberikan keterangan tentang alam metafisika melalui pemikiran kosmogebik dan mitos timur. Tokoh aliran ini seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) Bapak Filsafat Eksistensialisme, Heidegger, Sartre, dan Jaspers.

D.    Metode Dalam Ontologi
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.[20]
Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan.
             Contoh :          Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana
                              Badan itu sesuatu yang lahiri
                              Jadi, badan itu fana’
Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik sebagai berikut:
             Contoh :    Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinasaur
                        Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan
                        Jadi, Dinausaurus itu pemakan tumbuhan
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas dalam kesimpulan.
E.     Dalil-dalil Ontologi  Tentang adanya tuhan
Sebagaimana telah dikemukakan di awal tadi bahwa ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang ada, dengan istilah “ilmu hakekat”. Pada abad pertengahan, baik kalangan filosof Islam maupun non muslim, pembuktian adanya tuhan dengan mempergunakan akal sudah merupakan satu tema pembahasan penting. Menurut Emmanuel Kant ada tiga macam argument tentang adanya tuhan, yaitu: Ontological, Cosmological, dan Telelogicals.[21]
                 a)      Argument Ontologi
Argumen ini tidak banyak di dasarkan pada alam nyata sebagaimana argumen cosmologis dan teleologis, tetapi dia berdasarkan kepada akal semata-mata. Argument ontologisme ini dimajukan pertama kali oleh Plato dengan teori idenya. Tipa-tiap yang ada di alam nyata ini mesti ada idenya.
Yang diamaksud dengan ide adalah konsep universal dari segala sesuatu dan inilah yang merupakan hakikat sesuatu itu dan menjadi  dasar bagi wujud sesuatu itu. Ide yang banyak itu merupakan hakikat dari segala yang ada ini bersatu dalam ide tertinggi yang disebut “ide kebaikan” (The absolute Good), yaitu yang mutlak baik yang merupakan sumber, tujuan dan sebab dari segala yang ada (tuhan).
Arumen ontologis kedua dikemukakan oleh St. Augustine. Menurut Augustine berdasarkan pengalaman, manusia mengetahui bahwa dalam alam ini ada kebenaran. Tetapi pada diri manusia kadang-kadang timbul keraguan, apakah yang diketahuinya itu sungguh-sungguh benar. Sehingga akhirnya akal manusia mengetahui bahwa masih ada kebenaran mutlak di atas keraguan tersebut, kebenaran yang tidak berubah yang menjadi suumber dan cahaya bagi akal dalam mengetahui yang benar. Kebenaran yang mutlak itulah yang disebut dengan tuhan.
Argument Ontologi ketiga dikemukakan oleh St. Anselm Of Caterburry. Menurut filosof skolastik masehi ini manusia dapat memikirkan sesuatu yang kebenaran tidak dapat diatasi  oleh segala yang ada, konsep sesuatu yang Maha Besar, Maha Sempurna, sesuatu yang tidak  terbatas. Zat yang serupa ini mempunyai wujud dalam hakikat, bukan hanya wujud dalam fikiran. Ini berarti ia lebih besar dan lebih sempurna. Sesuatu yang Maha Besar dan Maha Sempurna tidak boleh tidak mempunyai wujud. Maka tuhan mesti mempunyai wujud, tuhan mesti ada.
Bukti ontologisme yang dikemukakan oleh St. Anselm itu kemudian disederhanakan oleh Descrates pada permulaan abad modern. Pokok-pokok dari usahanya itu adalah:
-       Kita mempunyai ide tentang tuhan
-       Tuhan itu adalah suatu zat yang tidak dapat digambarkan oleh zat lain karena ukuran yang lebih besar darinya.
-       Suatu zat yang ada dan mempunyai wujud tersendiri tidak hanya ada dalam fikiran manusia adalah lebih besar dari zat yang hanya ada  dalam fikiran manusia.
-       Oleh karena itu tentu tuhan ada, dengan wujud hakiki yang tersediri yang tidak hanya ada dalam fikiran.

                  b)      Argumen Cosmologis
Argument cosmologis disebut juga dengan argumen sebab musabab, karena selalu berhubungan dengan ide tentang sebab (causality) yang timbul dari faham alam yang bersifat mungkin (contingent) dan bukan bersifat wajib (necessary) dalam wujudnya. Justeru karena itu mesti ada yang menyebebkannya. Penyebab itu mempunyai sebab sehingga terus menerus akan sampai kepada penyebab yang tidak menyebebkan (penyebab pertama). Penyebab pertama inilah yang disebut dengan tuhan.
Argumen ini walaupun dikemukakan oleh Thomas Aquinas,  namun sebenarnya berasal dari Aristoteles. Berdasarkan perjalanan sejarahnya argument ini sudah tua sekali, sama halnya dengan ontologisme. Kalau argument ontologisme berasal dari Plato, maka argument cosmologis berasal dari Aristoteles.
Argument ini cukup kuat sehingga kritik Kant tidak dapat melemahkannya. Akan tetapi pada abad dewasa ini masih dihadapkan kesulitan-kesulitan baru seperti:
-       Bagaimana meyakinkan bahwa sebab pertama sebagai hasil dari bukti ini merupakan  zat yang rahman dan rahim yang disembah dan diagungkan.
-       Orang tidak akan yakin dengan perkataan sebab. Banyak para ahli filsafat dewasa  ini menolak sama sekali perkataan sebab.
Menurut Al Kindi, alam ini diciptakan dan penciptanya adalah Allah. Segala yang terjadi dalam alam ini mempunyai hubungan sebab dan musabab. Sebab mempunyai efek kepada musabab. Rentetan sebab musabab ini berakhir kepada sebab pertama yaitu Allah pencipta alam.
Menurut al farabi, alam bersifat mungkin wujudnya oleh karena itu ia berhajat kepada suatu zat yang bersifat wajib wujudnya untuk merubah kemungkinan wujudnya kepada wujud hakiki yaitu sebagai sebab  bagi terciptanya wujud mungkin.
Selanjutnya menurut Ibnu sina, ada tiga macam wujud, yaitu: wujud mumtani, mumkin, dan wajib.  Tiap-tiap yang ada mempunyai wujud dan mahiyah. Di antara wujud dan mahiyah wujudlah yang lebih penting, karena wujudlah yang membuat mahiyah menjadi hakikat dalam kenyataan (mahiyah terdapat dalam akal).
Mumtani  adalah mahiyah yang tidak bisa mempunyai wujud  dalam kenyataan seperti adanya cosmos yang lain dari cosmos kita ini.
Mumkin adalah mahiyah yang bisa mempunyai wujud dan bisa pula tidak mempunyai wujud seperti kuda, singa, dan lain-lain.
Wajib adalah mahiyah yang tidak dapat dipisahkan dari wujudnya. Di sini mahiyah dan wujud itu adalah satu, olh sebab itu disebut wajibul wujud dan inilah tuhan. Mahiyah adalah wujud dan wujudnya adalah mahiyah. Wujud cosmos yang bersiifat mumkin tergantung kepada wajibul wujud yang menjadi dasar dari semua wujud ini.
                  c)      Argument teleologis
Teleo berarti tujuan, telelologis adalah serba tujuan. Alam yang teleologis yaitu alam yang diatur menurut sesuatu tujuan tertentu. Dengan kata lain alam ini secara keseluruhannya bereolusi dan beredar pada  tujuan tertentu.
Bahagian-bahagian alam mempunyai hubungan yang erat satu sama lain dan bekerja sama dalam mewujudkan tercapainya tujuan tertentu. Jadi  dunia ini bagai seorang teolog,  tersusun dari bahagian-bahagian yang erat hubungannya satu sama lain dan bekerjasama dalam menuju tercapainya suatu tujuan tertentu. Evolusi dan peredaran alam secara tersebut sudah barang tentu terjadi secara kebetulan, bahkan mesti ada satu zat yang menentukan tujuan itu. Tujuan itu adalah “kebaikan yang tertinggi” yang bersifat universal, yaitu kebaikan alam seluruhnya. Zat yang menentukan dan mengatur  tujuan yang merupakan kebaikan alam seluruhnya itu  yaitu Tuhan.

III.    PENUTUP
A.    Kesimpulan
1)      ontologi adalah cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang hakikat sesuatu yang ada (jasmaniah dan rohaniah). Mengkaji hakikat berarti mengkaji hal yang sangat luas, karena hakikat itu mencakup realita atu kenyataan yang sebenarnya. Maka dalam kajian hakikat ini tercakup segala yang ada dan yang mungkin ada.
2)      Keberadaan ontologi di pandang dari beberapa hal:
a)      Keberadaan ontologi dipandang dari segi jumlah ada dalam bentuk
-          Monoisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, tuhan atau subtansi lainnya yang tidak dapat diketahui.
-          Aliran Dualisme, yaitu aliran yang berfaham bahwa alam maujud ini terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani.
-          Pluralisme, paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
b)      Keberadaan ontologi dipandang dari segi sifatnya:
1)      Materialisme, yaitu aliran yang berfaham bahwa hakikat itu ialah materi, sedangkan yang lain dari materi seperti  roh (jiwa), tidaklah suatu kenyataan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hakikat daripada proses gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu.
2)      Aliran spiritualisme/ idealisme, yaitu aliran yang  beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam ini semuanya berasal  dari roh (sukma), yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak menempati ruang.
c)      Aliran Lain yang berkaitan antara ontologi dan Metafisika
1)      Nihilisme, Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif positif.
2)      Agnotisisme, Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani.
3)      ada tiga macam argument  tentang pembuktian adanya tuhan dengan mempergunakan akal, yaitu: Ontological, Cosmological, dan Telelogicals.


[1] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 134
[2] Muslim Munaf, Kuliah Filsafat Umum: Sistematis dan Historis, (Padang: Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 2007), hal. 28
[3] Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan. Lihat Amsal Bakhtiar, Op.Cit, hal. 134-135, Lihat juga Muslim Munaf, Ibid. Hal. 134, dan  http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/22/ontologi/, Dikutip pada tanggal 28 September 2012, pukul: 19.45 WIB.
[4] Bagus Lorens, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), hal. 746
[5] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 134
[6] Jujun S. Suriasumantri, Tentang Hakikat Ilmu,Dalam Ilmu Dalam Perspektif, Cet. I (Jakarta: Gramedia, 2001), hal. 57

[7] Muslim Munaf, Op.Cit. hal. 29, lihat juga Sidi Gazalba, Sistematika  filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hal. 68, dan i http://harissangpengusaha.blogspot.com/2011/04/ontologi-filsafat.html
[8] Amsal Bakhtiar, Op.Cit, hal 141-142
[9] Ibid, hal. 143-144
[10] Muslim Munaf, Op.Cit,  hal. 34, lihat pula di http://harissangpengusaha.blogspot.com/2011/04/ ontologi-filsafat.html
[11] Atang Abdul Hakim, dan Beni Ahmad saebani, Filsafat Umum: Dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung: CV Pustaka setia, 2008), hal. 361
[12] Natura adalah teori yang menerima natura sebagai keseluruhan realitas. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains dan alam. Lihat Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, cet.II,  (Jakarta: Kencana, 2005), hal 143-144.
[13] Dikutip dari http://harissangpengusaha.blogspot.com/2011/04/ontologi-filsafat.html, pada tgl  28 September 2012, pukul 18.45 WIB.
[14] Atang Abdul Hakim, dan Beni Ahhmad Saebani, Op.Cit, hal. 363.
[15] Juhaya S. Praja, Op.Cit, hal. 126
[16] Muslim Munaf, OP.Cit, hal. 30
[17] Dikutip dari: http://psikologip.blogspot.com/2011/12/landasan-ontologi-epistemologi-dan.html, pada tgl  28 September 2012, pukul 18.45 WIB.
[18] Amsal Bakhtiar, Op.Cit, hal. 145, lihat juga di http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/22/ ontologi/
[19] Sidi Gazalba, Op.Cit, hal. 63
[20]  Dikutip dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Metafisika, pada tgl  28 September 2012, pukul 18.45 WIB.
[21]  Muslim Munaf, Op.Cit, hal. 42-47.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar